Sejak pindah ke rumah mereka di wilayah Neenah, Wisconsin, lebih dari 10 tahun lalu, keluarga Zwick sudah tahu, ada bunker Perang Dingin di halaman belakang mereka.
Namun baru pada tahun 2010 lalu, mereka memutuskan untuk membuka tutup palka bajanya, menuruni tangga yang sudah berkarat, dan mengeksplorasi bunker berukuran 2,4 meter x 3 meter yang dibangun pemilik sebelumnya, untuk berlindung dari malapetaka yang mungkin terjadi akibat serangan nuklir Uni Soviet.
Bagian bawah bunker tak terlihat, ditutupi genangan air sedalam 1,5 meter. Namun di atasnya bisa disaksikan peti-peti besi dengan segel US Army mengambang, berisi perlengkapan yang diperlukan sebuah keluarga untuk bertahan hidup selama dua minggu di bawah tanah.
"Awalnya kami pikir dalamnya kosong," kata pemilik rumah, Carol Hollar-Zwick kepada Appleton Post-Crescent, yang dilansir Daily Mail (2/5/2013).
Kotak-kotak tua itu, peti tua amunisi militer, awalnya diduga berisi bahan peledak. Sehingga, keluarga Zwick menghubungi cabang biro pengendalian alkohol, tembakau, dan senjata api (Bureau of Alcohol, Tobacco and Firearms).
Saat para agen membuka kota-kotak itu, mereka menemukan kejutan! "Isinya semua yang Anda harapkan bakal ada di sebuah bunker di tahun 1960-an. Makanan, pakaian, obat-obatan, peralatan, senter, batere."
Dan yang luar biasa, barang-barang itu tersimpan dengan baik. Nampak baru. Permen-permen yang masih berwarna cerah dan menggiurkan, kaleng berisi sirup coklat yang menarik, tisu gulung yang seperti baru dibeli dari minimarket, buku telepon yang masih utuh. Kondisi baik itu berkat wadah kedap udara yang dipakai untuk menyimpannya.
Keluarga Zwick memutuskan untuk menyumbangkan temuan mereka ke Neenah Historical Society, yang menggelar pameran tentang Perang Dingin dan segala kengerian jika Uni Soviet sampai menjatuhkan bom nuklirnya.
Rumah tersebut dulunya adalah milik Frank Pansch, seorang dokter bedah setempat. Ia membangun bunker dua tahun sebelum Krisis Rudal Kuba -- yang terjadi pada 1962, ketika terkuak fakta bahwa AS menyeponsori serangan ke Teluk Babi milik Kuba, negara komunis di Laut Karibia. Meskipun gagal, penyerbuan ini telah menimbulkan kemarahan Kuba, juga Uni Soviet -- yang mengarahkan rudal-rudalnya ke arah AS.
Saat itu warga AS beramai-ramai menggali di halaman belakang mereka, membuat bunker. Lubang perlindungan itu memang tak bisa melindungi mereka dari ledakan nuklir, tapi setidaknya dianggap mampu meredam radiasi yang diakibatkannya.
Apalagi Neenah, kota kecil di Wisconsin berjarak 100 mil dari Milwaukee dan hampir 200 mil dari Chicago -- pusat kota yang mungkin memang jadi target Soviet.
Jika momok nuklir yang dirasakan penduduk AS di tahun 1960-an terbilang nyata, tren bunker yang sempat melanda baru-baru ini di tahun 2012 didasarkan pada isapan jempol alias kabar bohong: kiamat Maya.
Bukan warga yang menggali sendiri bunkernya. Tugas itu diambil alih para pebisnis yang memanfaakan ketakutan untuk meraup untung.
Di sejumlah titik di seluruh dunia, pengusaha membangun bunker, dari yang mewah hingga mini -- yang harganya tetap saja tak masuk akal. Juga segala jenis kapal, besar hingga kecil, yang menyandang label 'Bahtera Nabi Nuh".
Di Rusia, sejumlah pengusaha menawarkan peralatan darurat. Di Kota Tomsk, Siberia, termasuk di dalamnya adalah kartu identitas, notepad, ikan kaleng, sebotol vodka, tambang, dan secuil sabun.
Ada lagi yang ditawarkan murah, US$ 30 atau kurang dari Rp 300 ribu. Isinya makanan yang awet, lilin, korek api, sabun, dan alat permainan untuk menghibur diri di tengah kiamat yang mengacaukan dunia.
(dailymail/liputan6)
No comments: