Kutacane | acehtraffic.com – Kutacane yang merupakan ibukota Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari 164 Kampung yang bernaung dalam 16 Kecamatan, dengan luas wilayah 4.231,41 km². Daerah ini produktif dalam bidang pertanian dan perkebunan seperti jagung, coklat, kulit manis, kopi, dan barang rempah-rempah lain yang memiliki pasaran cukup tinggi.
Hasil perkebunan dan pertanian di Kabupaten ini seperti layaknya seluruh daerah lain di Aceh, mereka juga mengekspor hasil pertanian berupa barang mentah ke Medan Sumatera Utara untuk diproduksi kembali dalam upaya meningkatkan nilai jual, menggunakan truk bertonase berat.
Meskipun memiliki hasil tani yang melimpah, namun tidak didukung oleh jalan lintas Sumatera (Jalinsum) menghubungkan Gayo Lues - Blang Kejeren – Kutacane – Karo – Kabanjahe – Brastagi – Medan. Kondisi jalan rusak parah berlubang, longsor dan sempit berada di Karo sampai Kabanjahe, Medan Sumatera Utara.
Jhonson Tarigan (50) warga Kabanjahe mengatakan jalan lintas Sumatera (Jalinsum) menghubungkan Karo-Kabanjahe-Kutacane, Aceh Tenggara, mengalami rusak cukup parah dan kendaraan bus penumpang, truk dan mobil pribadi sering terjebak macet.
"Kerusakan jalan tersebut harus secepatnya ditangani kedua provinsi itu, yakni Sumut dan Aceh, sehingga roda perekonomian masyarakat tidak terganggu” Katanya.
sepanjang lebih kurang 216 Kilometer jalan provinsi tersebut dari Medan- Kutacane, yang mengalami kerusakan yang sangat parah dan berlubang sepanjang 16 Kilometer Jhonson mengatakan jarak tempuh biasanya bila normal, hanya selama empat jam. Namun, karena adanya kerusakan jalan bisa mencapai enam hingga tujuh jam.
Akibat kerusakan jalinsum tersebut, para penumpang dari Medan tujuan Kutacane dan sebaliknya, harus segera dicari solusinya. "Kerusakan jalan yang cukup parah itu, berada di Kecamatan Tigabinanga, Kabanjahe yang berbatasan dengan Kutacane,Provinsi Aceh," kata Jhonson.
Sharuddin (24) Warga Kuta Gerat Kecamatan Bukit Tusam, Kutacane mengaku sangat kecewa dengan kondisi pertanian didukung setengah hati oleh Pemerintah Aceh. “Jadi pantas ALA minta pisah dari Aceh, betapa tidak pemerintah setengah hati melihat kami” Katanya.
Dia menyebutkan tidak ada upaya pemerintah Aceh untuk mendongkrak perekonomian masyarakat, jangan jadikan alokasi anggaran tiap tahun untuk Aceh Tenggara sebagai alasan kepedulian Pemerintah Aceh “tapi yang kami butuhkan adalah bukti nyata, pelaksanaan proyek yang benar-benar diawasi secara transparan” Katanya, Rabu, 8 Mei 2013.
Masyarakat daerah itu sangat berharap bila benar Pemerintah Aceh tidak menganggap masyarakat Aceh Lauser Antara (ALA) bukan “anak haram”, maka meraka meminta agar jalan menghubungkan Bireuen – Takengon – Gayo Lues – Blang Kejeren dan Kutacane dibuka lebar-lebar layaknya jalan Bireuen menuju Banda Aceh.
“bila perlu sarana transprotasi seperti bus disediakan, ongkos tetap kami bayar jadi Mualem tidak perlu khawatir” Kata dia yang disambut gemuruh tertawa penghuni warung kopi.
Menurutnya gelar “anak haram” yang disemat untuk ALA sangat beralasan “lihat kami harus melalui jalan super rusak menuju Medan, seolah-olah kami provinsi sendiri yang tidak ada hubungannya dengan Aceh, jalan Takengon menuju Gayo Lues bukti nyata ketidak pedulian Pemerintah Aceh, mereka tidak ada keinginan untuk membuka lebar akses jalan itu biar kelihatan berhubungan dengan Aceh” Katanya. | AT | IS | IH |
Sumber:"Acehtraffic"
No comments: